Berita & Media

BERITA TERKINI

Dr. H. Azwan Hakmi Lubis, SpA,M.Kes. Direktur Utama RSUP H.Adam Malik, Medan


Era Kompetitif...,
Beradu Service Dalam Arti Positif

"Mengurusi rumah sakit tak ubahnya mengurusi rumah tangga, problemnya banyak dan kompleks." Kata Dr. H.Azwan Hakmi Lubis, SpA.M.Kes menggambarkan kesibukannya sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Adam Malik, Medan. Sebelum memimpin Rumah sakit terbesar di Medan ini, ia telah dua kali berpengalaman memimpin rumah sakit. Selama 7 tahun sebagai kepala BPK RSUD Langsa Pemerintah Kota Langsa, Aceh, dan 8 tahun sebagai Direktur RSU Cut Nyak Dhien Meulaboh, Kab. Aceh Barat.

Pria yang biasa disapa dr. Azwan ini awalnya tidak bercita-cita jadi dokter. Tamat SMA Azwan ikut test masuk Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) dan lulus. Tanpa kesulitan berarti, ia pun menamatkan pendidikan di fakultas kedokteran, seterusnya menjadi dokter spesialis anak.

Meski mengaku tidak berani punya cita-cita dan target uluk, ia menempuh step by step jenjang pendidikan dengan tekun. Beda halnya dalam menjalani hidup ini. Dr. Azwan merencanakan dan menata kehidupan keluarganya sebaik mungkin. Salah satunya dengan mengikuti program asuransi Bumiputera.

Di tengah kesibukannya, Dr. Azwan, meluangkan waktu menerima redaksi Mutual, Primra Fakhda bersama Masnawi, Kepala Wilayah Bumiputera Medan, Betly J. Girsang, kepala cabang Bumiputera Medan Baru, dan Nurul Warapingka, PRO Wilayah Medan.

Seperti apa pengalamannya sebagai pemegang polis Bumiputera dan bagaimana ia melihat Bumiputera pada usia 1 abad ini? Anda akan segera mengetahuinya.

Sabar dan ulet

"Sebagai anak guru saya harus tau diri dan harus bisa mendiri. Ketika SMA, saya ngasih les anak SD dan SMP, sampai mahasiswa masih ngasih les untuk tambahan uang saku." Kisah dokter yang mengaku tidak berani memasang cita-cita terlalu tinggi. "Syukuri saja, jalani saja. seperti ini sudah bagus kog." Ucapnya bersahaja.

Jika pendidikan tidak ia rencanakan tapi berhasil gemilang, beda halnya dengan kehidupannya yang ia tata dengan perencanaan sebaik mungkin. Salah satunya dengan asuransi. "Dengan asuransi kita bisa merencanakan kehidupan dan masa depan yang lebih baik. Karena, program asuransi tidak hanya melindungi masa depan, tapi juga merencanakan dan menata kehidupan masa depan." Kata lulusan pasca sarjana Manajemen Kesehatan (MMR) UGM Jogya ini.

Keberhasilannya meniti karir dan keluarga tercermin dari keberhasilan 4 orang anaknya. "Anak pertamanya spesialis orthodontis gigi, yang nomor dua, masih kuliah spesialis cardiology, yang ketiga study spesialis Ginekolog, dan si bungsu masih SMA. Mereka masuk asuransi pendidikan Bumiputera.

Sebetulnya kalau terencana baik step by stepnya jelas kan. Umur sekian begini, tahun sekian anak saya saya tamat sekolah dan masuk perguruan tinggi. Saya sudah siapkan dananya dengan asuransi. Kebanyakan orang, hidup tanpa perencanaan. Melakukan apa yang diingat saat ini saja. " Urainya yang melihat asuransi seharusnya menjadi gaya hidup. "Orang modern harusnya punya asuransi." Tambah melihat orang Indonesia belum insurance minded.

Orang modern, tidak ada yang tidak diasuransikan. Mulai dari dirinya, rumahnya, mobilnya, anaknya semuanya diasuransikan. Saya ingin pegawai rumah sakit ini memiliki asuransi. Saat ini sedang dijajaki kemungkinan itu. Terutama asuransi profesi dokter atau asuransi mal praktek misalnya.

Asuransi profesi

Untuk para dokter yang bekerja di RS.Adam Malik, Azwan ingin mereka dilindungi dengan asuransi Malpraktek. "Orang berfikir dokter ini seperti malaikat yang tidak boleh sedikitpun lengah. Padahal dokter juga manusia. Makanya antara praktek dengan tidak malpraktek bedanya tipis. Jika prosedurnya sudah dilaksanakan, mau ngapaian? Mana ada dokter yang bisa jamin, bayar sekian dijamin sembuh, gak bisa begitu kan? Manusia bukan kota-kotak mati. Kotak ini ditambah kotak ini jadi kotak ini. Artinya, penyakit yang sama, memakai obat yang sama, pasien yang satu bisa sembuh, yang lain tidak sembuh. Itu bisa saja terjadi." Terangnya menyadari asuransi malpraktek penting apalagi dengan gencar-gencarnya pengacara.

Idealnya menurutnya, asuransi malpraktek harus ditanggung rumah sakit Adam Malik. Tapi sayang, lanjut Azwan tidak semua program bisa dilaksanakan, karena harus sesuai anggaran. Kebanyakan dokter sudah masuk asuransi malpraktek secara pribadi.

Upaya lain yang pernah ia lakukan untuk menambah uang saku adalah mencoba jadi agen Bumiputera. Karena ajakan teman kuliahnya yang kakaknya bekerja di Bumiputera. "Profesi agen itu ternyata tidak mudah. Kami pernah datang ke rumah seorang pejabat hanya bertemu satpam yang mengatakan si pejabat sedang istirahat. Tidak sabar menunggu lama, kami pulang dengan tangan hampa. Saya tidak sabar, lantaran tidak berhasil mendapat satupun nasabah baru, saya pun berhenti." Kenangnya melihat profesi agen membutuhkan keuletan dan kesabaran luar biasa dan harus mampu menahan emosi. "Tidak ada pekerjaan yang mudah. Mana ada yang datang tiba-tiba? Semua butuh proses. Mungkin orang melihat saya sekarang enak. Padahal dulu juga susah juga kog." Tambah pria kelahiran Medan, 24 September 1953 ini.

Untuk memasarkan asuransi lebih rumit karena Asuransi belum menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia. Padahal lanjutnya, asuransi merupakan salah satu gaya hidup modern. Sementara masyarakat kita belum terbiasa merencanakan hidup dengan asuransi.

Minimnya pemahaman masyarakat terhadap asuransi serta kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan asuransi turut andil memperberat kerja agen asuransi. Hal ini diperparah dengan praktik-praktik perusahaan asuransi yang tidak jelas, yang membuat trauma masyarakat. Belum lagi stigma-stigma negative seputar klaim sulit dan banyak persyaratan yang harus dipenuhi. "Tarok uang di asuransi, nanti ngambilnya susah," begitu anggapan awam yang harus diluruskan.

Azwan menyarankan Bumiputera senantiasa melakukan sosialisasi untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa "dengan masuk asuransi berarti hidup terjamin dan klaimnya mudah." kata Azwan lantaran Indonesia belum insurance minded.

Hanya Bumiputera

Soal pemilihan perusahaan asuransi, Azwan hanya percaya Bumiputera. "Saya tidak pernah masuk asuransi asing, saya hanya masuk asuransi Bumiputera. " kata pria yang tidak tergoda dengan iming-iming return tinggi.

"Kalau penawaran asuransinya terlalu acrobatic, saya malah ragu. Apa iya? Saya sih berfikirnya praktis saja. Kalau terlalu akrobatik, pasti gak bener nih. Misalnya bunga yang tinggi atau hadiah yang besar. Saya fikir ada yang gak benar aja. Untuk asuransi saya konservatif saja, saya gak berani nyoba." Kata dokter spesialis anak yang masih menyempatkan diri membagi ilmu kepada mahasiswa kedokteran ini.

Dr. Azwan termasuk salah seorang pemegang polis Bumiputera yang beruntung menerima klaim asuransi di saat nilai tukar dollar tinggi. "Saya sangat beruntung punya polis dollar. Ketika bayar premi kurs Rp.2000,- dan ketika klaim Rp.12000,- Hem... dulu, banyak banget tuh uangnya." Kisah pria berdarah Tapanuli Selatan ini.

Fleksibel

Ia menyarankan agar Bumiputera " Bagaimanapun canggihnya Bumiputera, tetaplah memberikan pelayanan yang terbaik. Klaimnya tidak susah, supaya orang tidak ragu. Jangan sampai orang berfikir "Ah, payah... klaimnya susah." Katanya karena pada era kompetitif ini penting beradu service dalam arti positif.

Di samping itu, kepercayaan calon pemegang polis juga harus dibangun dari kedekatannya dengan agen. "Ini kan masalah uang yang jumlahnya tidak sedikit dan jangka waktu panjang. Lebih nyaman masuk asuransi dilayani agen yang telah dikenal dan dipercaya."

Sekarang orang berfikir yang praktis-praktis saja. Bagaimana Bumiputera bisa memenuhi harapan pemegang polis akan sangat menentukan eksistensi Bumiputera di mata masyarakat. Pertanyaan yang sering muncul "Kalau saya perlu uang, saya bisa ambil asuransi atau pinjam seperti Bank, yang bisa mengambil uang kapan saja." kata Azwan.

Hal ini menurutnya harus dijelaskan kepada pemegang polis agar tidak menimbulkan kesalah pahaman. Karena mungkin uang mereka tidak banyak. Mereka perlu tahu ketika membutuhkan uang bisa diambil dengan persyaratan yang mudah. Tapi, kalau misalnya tidak bisa diambil se fleksibel bank, asalkan sosialisasinya bagus, pemegang polis bisa mengerti asalkan diinformasikan prosedur pengambilan uangnya.

Ketika ditanya mana yang lebih enak jadi direktur utama atau jadi dokter secara professional? Sambil tersenyum ia menjawab "Dua-duanya enak." Baginya menjalani profesi pejabat structural sebagai Dirut Rumah Sakit atau professional dokter spesialis anak dirasakannya sama-sama menantang.

Jika nanti pensiun, Azwan rencananya akan membuka praktik yang jarang dilakukannya karena kesibukan mengurusi rumah sakit yang sangat padat. ***Primra Fakhda/ Nurul Warapingka

 

 

Primra Fakhda & Nurul Warapingka

Kembali ke halaman sebelumnya

 

Kembali ke atas