Berita & Media

BERITA TERKINI

Proses Penguatan Bumiputera Terus Berlangsung


Sejak Oktober 2016, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berada dalam pengawasan langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia. Beberapa strategi telah dirancang sejak awal untuk melakukan penguatan terhadap bisnis Bumiputera ini.

(Gambar 1. Suasana setelah Kongres)

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 awalnya bernama Onderlinge Lavenzekering Maatschappij Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda (OL. Mij. PGHB) pada saat didirikan di Magelang pada 12 Februari 1912 dalam Konggres Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda (PGHB). Sejak awal pendiriannya perusahaan ini menggunakan Prinsip Kebersamaan, sehingga perusahaan ini bukan sekadar perusahaan bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata, karena memiliki visi sosial ekonomi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pengurus Bumiputera ingin agar setiap rakyat Indonesia bisa memiliki perlindungan ekonomi melalui asuransi seperti yang dinikmati oleh bangsa lain.

Dengan mengusung prinsip kebersamaan serta keterbatasan modal ekonomi yang dimiliki oleh Persatoean Goeroe-Goeroe Hindia Belanda (PGHB), maka dipilih bentuk badan hukum usaha bersama (mutual). Dalam pendirian perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama, modal dasar adalah premi asuransi yang dibayarkan oleh masing-masing anggota sesuai dengan produk asuransi yang dibelinya. Dengan demikian, dapat dikatakan Bumiputera didirikan dengan modal "nol rupiah". Sedangkan saat ini, untuk dapat mendirikan sebuah perusahaan asuransi maka harus tersedia modal awal minimal Rp 150 Milyar.

Implementasi prinsip kebersamaan tersebut terwujud dalam ketentuan bahwa di awal pendirian, seluruh pengurus perusahaan setuju untuk bekerja tanpa honor (sukarela). Dan, pemegang polis setuju untuk ahli warisnya tidak menerima ganti rugi jika pemegang polis meninggal sebelum polis berjalan 3 tahun. Dengan kesepakatan ini, maka modal yang diterima dari pembayaran premi asuransi anggota, digunakan sebagai dana operasional perusahaan serta diinvestasikan.

Seiring bertambahnya anggota, kebutuhan biaya operasional meningkat, sehingga pengurus Bumiputera pun mengajukan permintaan subsidi dana operasional ke Pemerintah Hindia Belanda. Pada Oktober 1913, Pemerintah Hindia Belanda mengabulkan permintaan Bumiputera dengan syarat, bahwa Bumiputera hanya boleh menerima anggota yang merupakan orang pribumi yang bekerja sebagai guru dan pegawai pribumi saja. Pengurus OL.Mij. Boemipoetera pun menyetujui, dan Pemerintah Hindia Belanda memberikan dana operasional sebesar 300 gulden setiap bulan, hingga 10 tahun. Pada Oktober 1923 Pemerintah Hindia Belanda mencabut subsidi tersebut, karena Bumiputera dianggap sudah cukup mandiri. Dengan berhentinya bantuan dari pemerintah Hindia Belanda, maka pengurus Bumiputera dapat dengan bebas melebarkan sayap pemasaran ke masyarakat umum dan juga membuka cabang di berbagai daerah, termasuk di luar pulau Jawa.

(Gambar 2. Kantor Pusat Bumiputera di Jogjakarta, sampai dengan tahun 1937)

Kondisi bisnis Bumiputera mengalami pasang surut, mengiringi pasang surut perjuangan Bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Pada saat kemerdekaan Republik Indonesia, kondisi bisnis belum stabil, hal ini akibat dari kondisi politik yang belum stabil. Namun, pengurus dan agen pantang menyerah, mereka tetap berusaha untuk menyebarkan bisnis asuransi ini dengan menyentuh nasionalisme rakyat Indonesia.

Bumiputera pernah terhempas jatuh akibat peristiwa sanering (pemotongan nilai rupiah) pada tahun 1950-1965. Belajar dari peristiwa tersebut, maka untuk mengamankan dana anggota, maka pengurus melakukan investasi di bidang properti, yaitu pembelian tanah dan bangunan. Hal ini dilakukan dengan harapan, jika terjadi goncangan ekonomi lagi, kerugian dapat diminimalisir. Saat kondisi stabil, maka Bumiputera melakukan diversifikasi investasi, namun tetap mengutamakan investasi di bidang properti.

Perjalanan usaha Bumiputera berlandaskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AJB Bumiputera 1912. Pemerintah saat itu belum memiliki regulasi untuk mengatur perusahaan berbentuk badan hukum usaha bersama. Pada tahun 1992 dalam Undang-Undang Nomor 2 Tentang Usaha Perasuransian pasal 7 telah mengamanatkan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk membuat Undang-Undang tersendiri mengenai ketentuan usaha perasuransian yang berbentuk usaha bersama (mutual). Namun, Undang-Undang tersebut tak kunjung terbit.

Hingga pada tahun 2004, terbit Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 504 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi yang Berbentuk Badan Hukum Bukan Perseroan Terbatas. Dalam KMK 504 tersebut salah satu ukuran kesehatan perusahaan asuransi dinilai melalui kekayaan lancar(deposito, saham, obligasi, dll). Sedangkan kekayaan Bumiputera sebagian besar berbentuk properti.

"Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan ini tidak memiliki modal awal, sehingga ketika dipaksa untuk memenuhi ketentuan modal dan kekayaan lancar sesuai KMK Nomor 504 tahun 2004, hal ini membuat Bumiputera dinilai tidak memiliki kekayaan lancar yang cukup." ujar Adhie M. Massardi - Pengelola Statuter AJB Bumiputera 1912. Dalam pemantauan Departemen Keuangan yang dilanjutkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2011, Bumiputera kesulitan memenuhi ketentuan tersebut. Untuk itu, pada Oktober 2016, OJK mengambil langkah untuk menunjuk Pengelola Statuter dalam membantu Bumiputera memenuhi ketentuan yang ada.

Dikarenakan Bumiputera lahir sebelum pemerintah RI ada, dan juga sebelum adanya peraturan-peraturan yang mengatur mengenai usaha asuransi, dan Bumiputera adalah satu-satunya perusahaan asuransi jiwa Indonesia yang berbadan hukum usaha bersama, maka peraturan badan hukum usaha bersama ini menjadi sulit terwujud.

"Yang perlu dipahami, terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal permodalan antara badan hukum perseroan terbatas dan badan hukum usaha bersama, termasuk cara menyeimbangkan kekayaan lancar dan lainnya. Peraturan yang ada sebelumnya tidak cukup untuk mengatur ketentuan perusahaan asuransi yang berbentuk badan usaha bersama. Sehingga, pada 27 Februari 2018 OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.05/2018 tentang Kesehatan Keuangan Bagi Perusahaan Asuransi Berbentuk Badan Hukum Usaha Bersama."jelas Adhie.

Bumiputera Saat Ini

Sejak Oktober 2016, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berada dalam pengawasan langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 tentang Perasuransian, OJK menunjuk Pengelola Statuter sebagai kepanjangan tangan OJK untuk melakukan penguatan perusahaan asuransi AJB Bumiputera 1912 dalam rangka memenuhi ketentuan pemerintah. Pengelola Statuter ini menggantikan tugas dan fungsi Komisaris dan Direksi AJB Bumiputera 1912.

(Gambar 3. Kantor Pusat Bumiputera, Jakarta)

Bumiputera telah berusia 106 tahun berkat dukungan seluruh rakyat Indonesia. Dengan bentuk badan hukum usaha bersama yang didasarkan dari nilai luhur bangsa Indonesia "gotong royong", maka keberadaaan asuransi Bumiputera adalah wujud nyata dari Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan".

"Untuk itu kami minta bantuan dan dukungan semua pihak, agar perusahaan asuransi mutual satu-satunya di Indonesia beroperasi berdasarkan azaz kebersamaan dan kekeluargaan ini, dapat terus berkontribusi pada pembangunan ekonomi bangsa Indonesia." Ujar Adhie.

Dengan badan hukum usaha bersama, tidak mudah bagi Pengelola Statuter melakukan tugasnya. Ditambah belum ada Undang-Undang yang mengatur secara detil mengenai badan hukum ini.

Beberapa strategi telah dirancang sejak awal untuk melalukan penguatan terhadap bisnis Bumiputera ini. Dalam perjalanan Oktober 2016 hingga saat ini, ada beberapa strategi penguatan yang kurang sesuai dengan kondisi perusahaan, sehingga ada perbaikan strategi untuk dilaksanakan.

Untuk proses penguatan Bumiputera ke depan, OJK telah mengeluarkan rekomendasi berbagai hal yang perlu dilakukan oleh manajemen Bumiputera. Seluruh pemangku kepentingan, yaitu manajemen (Pengelola Statuter dan jajarannya) serta Badan Perwakilan Anggota (BPA) AJB Bumiputera 1912 melakukan koordinasi dan komunikasi yang intens ke OJK. Seluruh rekomendasi dan koordinasi dilaksanakan dengan tujuan agar hak pemegang polis tetap terlindungi.

Proses penguatan perusahaan meliputi berbagai hal, mulai dari perbaikan struktur organisasi yang lebih ramping agar lebih lincah bergerak. Kemudian, sentralisasi administrasi dan keuangan, untuk mempermudah birokrasi yang selama ini juga menjadi kendala.

Dari sisi sumber daya manusia, Bumiputera juga melakukan penguatan mulai dari penegakan kedisiplinan, penegakkan aturan, hingga peningkatan kompetensi hard skill dan soft skill. "Agar lebih kuat dan dapat bersaing dalam industri asuransi nasional, maka kami memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang tinggi di bidang pekerjaan tersebut, etika yang baik, dapat dipercaya baik oleh perusahaan dan juga pemegang polis. Kompetensi itu bukan sekadar pintar dalam pekerjaan, namun juga memiliki sikap, mental, perilaku/etika yang baik, tunduk pada peraturan dan juga Perjanjian Kerja Bersama yang telah disepakati oleh manajemen Bumiputera dengan Serikat Pekerja NIBA AJB Bumiputera 1912. Dengan sumber daya manusia yang kompeten, kami yakin, kepercayaan yang telah diberikan oleh jutaan pemegang polis dapat dikelola dengan baik."

"Bagi pegawai maupun agen yang melanggar kode etik maupun perjanjian dengan perusahaan, maka kami berikan sanksi sesuai dengan peraturan perusahaan. Hal ini kami lakukan semata untuk menjaga agar kepentingan pemegang polis terlindungi." tegas Adhie.

Proses penguatan juga dilakukan di bidang sistem dan teknologi informasi. Terutama perbaikan cara pembayaran sentralisasi dan melalui sistem perbankan. Selama ini Bumiputera melakukan penerapan 2 cara bayar, melalui petugas dan melalui rekening, untuk meminimalisir risiko keuangan di lapangan, maka ke depan seluruh pembayaran premi cashless (non-tunai) melalui sistem perbankan. "Untuk diketahui, pemegang polis Bumiputera sangat tersebar. Mulai dari perkotaan hingga pedesaan. Untuk yang tinggal di kota, hal ini (cashless) tidak mengalami masalah. Sedangkan untuk yang tinggal di pedesaan yang jauh dari bank ataupun outlet pembayaran non-tunai, ini memerlukan usaha lebih untuk memberikan edukasi kepada mereka keuntungan pembayaran non-tunai. Serta untuk mempermudah mereka, maka kami juga akan menambah kerjasama outlet pembayaran." jelas Adhie.

Dari sisi pemasaran, agen-agen Bumiputera juga nantinya dipermudah dengan program cashless ini, sehingga mereka dapat fokus untuk produksi. Jika sebelumnya, mereka juga membantu penjemputan premi pemegang polis ke rumah atau kantor pemegang polis, maka ke depan pemegang polis dapat langsung mengirimkan dana premi melalui transfer ke virtual account. Dengan demikian, dana pemegang polis langsung diterima kantor pusat pada saat itu juga (real time).


Pembayaran Klaim

Sehubungan restrukturisasi yang dilakukan Bumiputera saat ini, maka manajemen sedang melakukan berbagai upaya perbaikan administrasi yang mungkin mengakibatkan keterlambatan pembayaran klaim pemegang polis, yang pasti hak pemegang polis tetap dilindungi dalam restrukturisasi ini sehingga pemegang polis tidak perlu khawatir tidak terbayarkan.

"Bagi pemegang polis yang masih belum jatuh tempo habis kontrak, diharapkan tetap melanjutkan pembayaran premi lanjutannya, sehingga perlindungan asuransi tetap berjalan. Karena jika pembayaran premi lanjutan terhenti, maka perlindungan asuransi yang diberikan pun menjadi tidak maksimal," jelas Adhie. Untuk pembayaran premi lanjutan bisa dilakukan pada saat jatuh tempo pembayaran melalui ATM Bank BNI, ATM Bank Mandiri, ATM Bank CIMB Niaga, dan Indomaret. Bagi pemegang polis yang sudah mendapatkan rekening virtual account dari Bumiputera, dapat langsung mentransfer ke virtual account tersebut. ***

Kembali ke halaman sebelumnya

 

Kembali ke atas